Resensi Buku: Berangkat Dari Solo, Bermuara di Cirebon

Resensi Buku: Berangkat Dari Solo, Bermuara di Cirebon

Karya: Retno Kuntjorowati, Cirebon

Resensor: Izzuki Muhashonah

Roda kehidupan bergulir cepat, seiring dengan bertambahnya usia. Menjadi anak kolong (anak tentara), tidak seindah bayangan orang. Buku autobiografi Ibu Retno Kuntjorowati berjudul Berangkat Dari Solo, Bermuara di Cirebon yang diterbitkan oleh Mirai Publishing, Surabaya tahun 2021 ini menceritakan bagaimana menjadi anak kolong yang terpaksa dan terbiasa dengan aturan ketat layaknya seorang tentara. Buku dengan desain elegan dan hardcover ini mempunyai 371 halaman dan ISBN 978-623-96143-4-8. Pengantar dari Prof. Imam Robandi tertulis di sampul belakang buku. Kehidupan seorang Ibu Retno tergambar jelas di dalam buku ini. Bagaimana Ibu Retno menjadi semakin memukau di usia senja? Selamat membaca.

Buku Autobiografi Berbobot

Adalah Ibu Retno Kuntjorowati, sosok Ibu Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Kota Cirebon yang berasal dari Kota Solo. Seorang penulis buku autobiografi bersampul elegan dengan potret seorang ibu menjadi penanda bahwa Autobiografi ini ditulis oleh seorang Ibu yang istimewa. Karakter Ibu yang cerdas dan disiplin terlihat dari sorot mata di cover buku ini. Siapa pun yang membaca buku ini akan sepakat bahwa buku ini layak dibaca dan membuat kita berkeinginan membaca berulang kali. Autobiografi ini sarat akan pelajaran hidup yang istimewa dan dirindukan. Lahir 72 tahun silam, membuat Ibu Retno mendapatkan banyak cerita kehidupan yang dapat diteladani generasi penerus bangsa. Cerita Ibu Retno  dimulai dengan kisah menjadi anak kolong sampai menjadi anggota komunitas IRo-Society membuat penulis menjadi pribadi matang dan luar biasa.  Menjadi anak tentara terus melekat erat dalam perjalanan hidup Ibu Retno yang mewarnai sepak terjang beliau dalam menapak hidup. Kekuatan iman Ibu Retno banyak diuji dalam kehidupan. Etape kehidupan Ibu Retno tidak lepas dari keluarga, sahabat, guru dan sekolah.

Kedisiplinan dan keteraturan

Satu hal yang melekat di kehidupan Ibu Retno adalah pelajaran menjadi anak seorang tentara menjadikan Ibu Retno sosok yang disiplin dan terlatih dengan aneka tata tertib. Tempat bersekolah yang selalu baru mengikuti perjalanan karir Sang Ayahanda tidak membuat Ibu Retno kerepotan. Hal tersebut justru dapat memicu semangat Ibu Retno agar tidak tertinggal dan dapat menyamakan dengan kondisi sebelumnya bahkan lebih tinggi. Ibu Retno selalu dapat beradaptasi dengan cepat dengan dukungan orang tua yang menerapkan kedisiplinan tinggi dalam rumah. Harmonisasi dari pola asah, asih dan asuh yang diterapkan orang tua Ibu Retno yang seorang tentara menjadikan beliau sosok yang disiplin, mandiri, pantang menyerah dan selalu optimis memandang masa depan. Pola didikan orang tua yang selalu jujur dan terbuka membuat Ibu Retno menjalani kehidupan yang apa adanya dan terbiasa berdiskusi untuk segala sesuatu. Kasih sayang orang tua Ibu Retno sangat kental terasa, selalu memberikan yang terbaik untuk Ibu Retno dan semua adik Ibu Retno yang berjumlah 12 orang. Dalam kehidupan masa kecil dan remaja, Bapak Ibu dari Ibu Retno mencontohkan kedisiplinan seperti tentara tetapi sangat lembut dengan keluarga. Orang tua mendampingi Ibu Retno sampai dewasa, menerapkan pola asuh yang saling mendukung untuk dapat maju bersama. Keteraturan dalam menjalankan aktivitas di dalam rumah dan keluarga Ibu Retno menjadi modal Ibu Retno dalam meniti karir hidup.

Brotherhood yang terjaga

Buku Ibu Retno menceritakan detail tentang bagaimana Ibu Retno sangat dekat dengan  adik-adiknya. Bagaimana Ibunda dari Ibu Retno memberikan contoh teladan dalam berhubungan dengan saudara? Bagaimana Ibunda dari Ibu Retno mengatur mengatur jadwal kebersihan di rumah sesuai dengan kemampuan dan kekuatan putra-putri beliau? Bagaimana sang Ayah mengatur bagian mana yang boleh untuk anak pertama dan apa yang tidak boleh untuk putra-putri beliau yang masih kecil? Hal itu menyebabkan kedekatan Ibu Retno dengan adik-adik Ibu Retno terjaga, keharmonisan terlihat dengan tidak ada kejadian iri dengki dengan sesama saudara. Keteladanan Ibu Retno yang selalu menghargai dan menyayangi adik-adik beliau. Termasuk bagaimana mencari jalan keluar tatkala Ayahanda beliau meninggal dunia, Ibunda dengan 13 anak yang single parent harus jeli mengatur segala sesuatu. Hal tersebut membuat beberapa adik Ibu Retno harus dititipkan ke Panti Asuhan agar semua dapat bersekolah dengan baik. Tidak hanya satu, untuk menjaga brotherhood, tiga dari adik Ibu Retno harus berpindah ke Panti Asuhan. Semua saling menghargai dan menyayangi sebagai saudara yang harus dijaga dan dilindungi, adik-adik dan sepupu-sepupu Ibu Retno pun sangat menyayangi Ibu Retno. 

Nguri-nguri budaya

Ibu Retno kecil ternyata sangat menggemari tarian Jawa selain menulis puisi. Didukung oleh orang tua yang juga menggemari tarian Jawa,  Ibu Retno berlatih keras untuk mempelajari teknik menari sehingga dapat dikatakan Ibu Retno berperan dalam nguri-nguri budaya di Indonesia, khususnya tarian. Selain itu, di dalam jiwa yang kuat dan tegas, ternyata Ibu Retno mempunyai kelembutan seorang Ibu untuk Dini dan Diah. Ibu Retno memulai dan mengikuti latihan menari dari ahlinya langsung, yaitu Pelatih tari di Sanggar Tari di Salatiga bahkan sampai mengundang guru tari ke rumah pada saat bertinggal dengan Eyang. Dalam menari, Ibu Retno sangat menjiwai peran yang diterima, sampai sebutan untuk Ibu Retno berganti sesuai yang diperankan. Sejak Sekolah Rakyat, Ibu Retno sudah menari dan terus menari sampai Ibu Retno menjadi Kepala Sekolah di SMK Muhammadiyah Cirebon. Sebagai kepala sekolah, Ibu Retno juga mengupayakan ada grup teater di Sekolah yang diasuh langsung oleh budayawan Cirebon. Anak didik Ibu Retno di SMK Muhammadiyah banyak menorehkan prestasi karena memasukkan unsur teknik (mengelas, menggrenda dan lain sebagainya) dalam tarian. Melestarikan budaya menjadi salah satu wujud kepedulian Ibu Retno terhadap pendidikan. Guru-guru dalam SMKM Cirebon wajib mendukung kegiatan siswa-siswi dalam grup teater dengan cara memberikan perhatian khusus.

Cita-Cita yang berbeda

Setelah beranjak dewasa, Ibu Retno yang memang mempunyai mental baja akibat tempaan Ayahanda beliau, mulai memperlihatkan sisi lain. Ayahanda Ibu Retno berkeinginan menkuliyahkan Ibu Retno ke Fakultas Kedokteran. Tetapi Ibu Retno menolak  keputusan Ayahanda beliau dan berupaya untuk menjadi Sarjana Teknik. Tes masuk Fakultas Kedokteran dilalui dengan setengah hati, dan berakhir dengan pengumuman yang tidak diterima. Sedangkan tes masuk Fakultas Teknik Sipil dipersiapkan dengan matang, sehingga Ibu Retno diterima di Fakultas Teknik Sipil Universitas Diponegoro di Kota Semarang. Ibu Retno harus menerima kemarahan Ayahanda dengan tidak diijinkan mengikuti tes lanjutan untuk Fakultas Teknik Sipil. Atas bantuan dan mediasi salah satu kerabat akhirnya Ayahanda Ibu Retno berkenan menyekolahkan Ibu Retno di IKIP Negeri Semarang. Jurusan yang sama, yaitu Teknik Sipil, tetapi di Universitas yang berbeda, yaitu Institut Keguruan dan Ilmu Kependidikan, yang notabene lulusan IKIP pasti akan menjadi guru. Berpikir dari hal teknik mekanika yang digemari oleh Ibu Retno, berubah harus berpikir bagaimana menjadi guru tidak pernah menjadi pikiran Ibu Retno. Tetapi karena khidmat kepada orang tua, Ibu Retno dapat meneruskan belajar dengan baik yang dengan kelembutannya tidak terlihat garang sebagai mahasiswa Teknik Sipil perempuan satu-satunya.

Positive Thinking

Semua yang terjadi dalam kehidupan kita adalah kehendak Sang Maha Kuasa. Kita berencana dan berupaya, sekuat apapun jika tidak selaras dengan kehendak Allah, maka semua adalah tinggal rencana. Karena ridha Allah tergantung pada ridha orang tua. Ayahanda Ibu Retno berpulang saat Ibu Retno menduduki semester lima membuat Ibu Retno sempat mengundurkan diri dari sekolah. Ridha Ibu membawa Ibu Retno terus bersekolah dan melanjutkan pendidikan sampai lulus. Kemudian Ibu Retno merasakan bekerja di tempat yang berbau teknik sipil, yaitu sebagai pegawai Bina Marga yang mengatur aliran barang dan aliran kendaraan yang melewati jalan tertentu. Wejangan Ibunda membekas di sanubari Ibu Retno, bahwa kita harus optimis dan positif dengan masa depan. Ukuran kesuksesan bukan hanya dari sisi materi. Kebermaknaan hidup merupakan kesuksesan yang tiada duanya. Pun tatkala Ibu Retno berkuliyah di IKIP inilah, bertemu dengan belahan jiwa, Pak Sugeng Allahuyarham.

Berteman Orang Hebat, Akan Menjadi Hebat

Saat sekolah dasar, Ibu Retno sudah terbiasa menjadi bintang kelas. Selain karena pandai, rajin belajar dan cerdas, Ibu Retno juga terkenal karena kecantikannya. Kepiawaian Ibu Retno menari, membawa Ibu Retno sering diajak menari tatkala ada event tertentu. Teman sekolah Ibu Retno saat di SR sampai kuliyah merupakan orang-orang pilihan. Salah satu teman Ibu Retno adalah Kak Seto (psikolog pemerhati anak) dan Prof. Dr. dr. Retno Wahyuningsih, M.S., Sp.ParK. (seorang guru besar UI). Kak Seto bersaudara merupakan saingan ketat Ibu Retno dalam hal pelajaran. Prof. Retno dalam hal ini karena mempunyai nama sama, maka nama Retno menjadi nama panggilan Prof. Retno, dan nama Kun menjadi panggilan Ibu Retno (penulis), di rumah Prof. Retno inilah, Ibu Retno sering belajar bersama. Beranjak dewasa Ibu Retno semakin mengenal dunia dan berteman baik dengan semua kalangan, termasuk kalangan Pengurus Daerah Aisyiyah (PDA) yang sangat akrab dengan Ibu Retno. Ibu Retno mempelajari banyak hal dalam beroraganisasi bersama Muhammadiyah sehingga membawa Ibu Retno menjadi Ketua PCA Harjamukti dan berlanjut menjadi ketua PDA Kota Cirebon pada saat ini. Dalam kehidupan di perumahan tempat tinggal Ibu Retno, Ibu Retno dapat menggerakkan Ibu-ibu PKK untuk berdaya guna dan berhasil guna. Semua tidak lepas dari didikan orang tua Ibu Retno yang senantiasa menghormati dan menghargai sesama.

Jatuh cinta dengan Sensei IRo

Menapak usia senja, genap 70 tahun, Ibu Retno bertemu dengan sang Inspirator. Seorang guru besar ITS yang mempunyai banyak talenta, Prof. Dr. Eng. Imam Robandi, M.T. Ibu Retno yang pada dasarnya adalah seorang yang aktif dan energik, bertemu dengan Prof. Imam dalam naungan IRo-Society menjadi lebih aktif, terutama dalam hal menulis.  Alhamdulillah, telah dipertemukan dengan Maha Guru di usia Senja, sehingga tetap dapat belajar sepanjang hayat. Aktivis Muhammadiyah ini menjadi lebih cemerlang. Meskipun di usia yang orang bilang sudah tidak produktif lagi, justru Ibu Retno menjadi lebih produktif dan lebih mempunyai waktu untuk belajar bersama dan lebih banyak waktu untuk menulis. Buku autobiografi ini salah satu contoh karya beliau, dan masih banyak lagi buku yang akan diterbitkan yang sedang ditulis oleh Ibu Retno sendiri atau secara antologi atau menulis bersama. Wejangan Prof. Imam Robandi yang melekat pada sosok Ibu Retno adalah “Tulisan itu tidak akan pernah hilang, ketika seseorang telah berpulang ke rahmatullah, maka tulisan hasil karyanya akan tetap ada dan dapat dibaca oleh keluarga dan kerabatnya.” IRo-Society dengan tegas menyatu pada diri Ibu Retno, sosok yang disiplin dan ulet dalam bekerja dan berkarya. Terima kasih tak terhingga kepada Prof. Imam Robandi yang mengijinkan belajar dan menjadi santri IRo sehingga Ibu Retno dapat menjemput asa di usia senja.

____

Izzuki Muhashonah

June 26, 2023

Spread the love

20 Comments

  1. Masya Allah, ini sungguh sebuah resensi buku yang luar biasa. Dokter Izzuki dengan sangat rinci dapat membuat intisari dan konten buku tepat sebagaimana yang saya tulis dalam buku autobiografi saya, ‘Berangkat Dari Solo, Bermuara di Cirebon. Matur nuwun sanget Bu Izzuki.

    • admin

      Terima kasih Bunda Retno, istimewa saya berkesempatan membuat resensi buku bunda

      • Masya Allah hanyut kita dalam membaca dan menghayati alur cerita Bu Retno seorang penulis autobiografi hasil bimbingan Sensei kita Prof. Imam Robandi. Terima kasih Prof. Imam, terima kasih Bu Retno, terima kasih dr. Izzuki.

        • admin

          Terima kasih Amak dear.
          semoga dalam waktu dekat, Resensi Buku Amak sudah dapat terbit.

  2. Waning

    Masyaallah, luar biasa mbak Izzuki
    Di sela kesibukan padat masih sempat meresensi buku yang tebal ini

  3. cakherman

    Sangat inspiratif, tulisan runtun penuh panurama Solo dan Cirebon

    • admin

      Terima kasih Cak Herman, terus berupaya, agar keren website saya seperti punya cak Herman

  4. Masya Allah. Alhamdulillaah, kisah hidup Bu Retno yang keren dan penuh dinamika. Tokoh Panutan kita semua, bak sebuah Permata yang mahal karena berhasil melewati tempaan ujian kehidupan, dan sekarang berbagai ujian itu sudah menjadi kenangan dan pelajaran bagi orang-orang yang mau mempelajarinya, including me.
    Thank you so much, Bu Retno, dan Mbak Dokter Izzuki yang sudah mereferensi buku keren ini.

    • admin

      Alhamdulillah, terima kasih kembali bunda doktor
      Semoga bermanfaat

  5. Masyaallah…sebuah resensi yang luar biasa. Orang yang belum membaca buku karya Bunda Retno ini dapat mengetahui seluruh isi buku dengan membaca resensi ini.

    Mantap, bu dr. Izzuki

  6. Silvi

    Wow, antara buku, author dan resensor, ketiganya sangat berbobot dalam menghadirkan inspirasi. Keren sekali,

    • admin

      Terima kasih mbakyu Silvia, dukungan dan apresiasi mbakyu yang membuat semakin keren.

  7. Dini Kamil

    Masya Allah, Simpel namun jelas
    Bunda Retno, inspirasi ku

    • admin

      Terima kasih mbak Dini
      Bunda Retno juga sumber inspirasi bagi saya.
      Barokallah

  8. Alhamdulillah senang membaca resensi buku Bu Retno, terima kasih dr. Izzuki, sehat bugar selalu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *